Perasaan Aksi Reaksi - 1 : "Tanda Tanya Eksak"



Biarkan suatu pertemuan mangalir mengisahkan setiap tanda tanya yang nantinya kan bertemu jawaban. Tiba - tiba malam mengubah cara pandangku terhadapmu.  Malam dingin ditemani derasnya hujan kau perlihatkan kehangatan di setiap apapun yang kau lakukan,  entah kenapa menjadi selalu aku perhatikan. Suara air hujan tak kudengar  gemericik kalah dengan pesonamu yang begitu berisik, angin dingin tak terasa menusuk kalah dengan hangatnya sikapmu yang terlebih dahulu merasuk.


 Entah apa yang sedang ku rasakan, entah apa yang sedang ku pikirkan, entah apa yang sedang ku resahkan, aku tak tahu harus bertanya pada siapa, aku tak tahu dimana jawabannya berada. Jika kau adalah jawaban dari segala keresahan yang selalu aku rasakan dan pikirkan ? Maka jadilah jawaban eksak yang objektif yang jelas kebenarannya bukan menjadi jawaban relatif yang subjektif yang aku sendiri kadang ragu apakah itu jawaban yang benar. Aku ingin kau mejadi 1+1= 2, bukan menjadi “Apa yang sedang penulis rasakan ?” yang tentunya setiap pembaca punya jawaban yang berbeda. Tetapi aku tahu kau tidak akan seperti itu dalam logikaku, tapi dalam setiap persaanku kau menjelma menjadi yang nomor satu meski tanpa perhitungan ini dan itu.


Kejauhan seolah menjadi teman terdekat bagiku, karena aku takut dengan mendekatimu mengakibatkan dirimu menjauh dariku. Pendapat bodoh macam apa ini, kamu takut dirinya menjauh darimu ? Memang sejak kapan dirinya  dekat denganmu ? Mengetahui namanya saja kau harus tanya temanmu yang kau anggap mungkin kenal dengannya, baru kamu bisa mengetahui namanya. Kata hati kecil nekatku, mungkin aku terlalu meremehkan diriku dengan menyebut hatiku ini nekat, siapa tau dia memberiku suatu tekad. 


 Aku membayangkan suatu titik dimana nanti kita akan berjumpa, dimana takdir memaksa kita untuk menjalin komunikasi kecil tak terencana. Berharap ada kesamaan yang bisa kita padukan dan mengenal perbedaan yang bisa kita serasikan. Entah terpaksa karena bertemu di tempat makan, berteduh di parkiran menunggu redanya hujan, atau seperti adegan di telenovela (tak sengaja menabrakmu dan membuat buku – buku yang kau bawa berserakan, kemudian pada satu buku terakhir tangan kita pertama kali dipertemukan). Yah, namanya juga membayangkan, terkadang imajinasi menjadi tempat pelarian terindah atas segala hal yang kau harapkan.










“Bagaimana aku hendak mendekatimu, jika yang akrab denganku adalah berharap di kejauhan.”







Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Adbox

@templatesyard