Biarkan suatu pertemuan mangalir mengisahkan setiap tanda tanya yang
nantinya kan bertemu jawaban. Tiba - tiba malam mengubah cara pandangku
terhadapmu. Malam dingin ditemani
derasnya hujan kau perlihatkan kehangatan di setiap apapun yang kau lakukan, entah kenapa menjadi selalu aku perhatikan.
Suara air hujan tak kudengar gemericik kalah
dengan pesonamu yang begitu berisik, angin dingin tak terasa menusuk kalah
dengan hangatnya sikapmu yang terlebih dahulu merasuk.
Entah apa yang sedang ku
rasakan, entah apa yang sedang ku pikirkan, entah apa yang sedang ku resahkan,
aku tak tahu harus bertanya pada siapa, aku tak tahu dimana jawabannya berada.
Jika kau adalah jawaban dari segala keresahan yang selalu aku rasakan dan
pikirkan ? Maka jadilah jawaban eksak yang objektif yang jelas kebenarannya
bukan menjadi jawaban relatif yang subjektif yang aku sendiri kadang ragu apakah
itu jawaban yang benar. Aku ingin kau mejadi 1+1= 2, bukan menjadi “Apa yang
sedang penulis rasakan ?” yang tentunya setiap pembaca punya jawaban yang
berbeda. Tetapi aku tahu kau tidak akan seperti itu dalam logikaku, tapi dalam
setiap persaanku kau menjelma menjadi yang nomor satu meski tanpa perhitungan
ini dan itu.
Kejauhan seolah menjadi teman
terdekat bagiku, karena aku takut dengan mendekatimu mengakibatkan dirimu
menjauh dariku. Pendapat bodoh macam apa ini, kamu takut dirinya menjauh darimu
? Memang sejak kapan dirinya dekat
denganmu ? Mengetahui namanya saja kau harus tanya temanmu yang kau anggap
mungkin kenal dengannya, baru kamu bisa mengetahui namanya. Kata hati kecil
nekatku, mungkin aku terlalu meremehkan diriku dengan menyebut hatiku ini
nekat, siapa tau dia memberiku suatu tekad.
Aku membayangkan suatu titik
dimana nanti kita akan berjumpa, dimana takdir memaksa kita untuk menjalin
komunikasi kecil tak terencana. Berharap ada kesamaan yang bisa kita padukan
dan mengenal perbedaan yang bisa kita serasikan. Entah terpaksa karena bertemu
di tempat makan, berteduh di parkiran menunggu redanya hujan, atau seperti
adegan di telenovela (tak sengaja menabrakmu dan membuat buku – buku yang kau
bawa berserakan, kemudian pada satu buku terakhir tangan kita pertama kali
dipertemukan). Yah, namanya juga membayangkan, terkadang imajinasi menjadi
tempat pelarian terindah atas segala hal yang kau harapkan.
“Bagaimana aku hendak
mendekatimu, jika yang akrab denganku adalah berharap di kejauhan.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar