Perasaan Aksi Reaksi - 4 : "Pertemuan Rigid”



     

       Hari itu sedikit mendung, awan tipis menutupi jalan sinar matahari. Aku melihatmu dengan wajah murung di bangku taman kala itu, mendakitmu ? Jangan bercanda, tentu saja aku belum berani.    
      Aku kembali ke kesibukanku di taman kala itu, sembari sekali – kali mencuri pandangan ke arahmu. Sampai pada pandanganku yang entah ke sekian kali, aku sudah tidak melihatmu di bangku taman tempatmu tadi bermurung.

        Dua jam berlalu aku pun beranjak dari bangku taman, aku merasa sudahi saja apa yang baru saja menjadi kesibukanku. Langit semakin gelap, aku berprasangkan hujan akan segera turun. Aku bergegas ke arah sepeda motorku, aku pun pergi dengan sedikit terburu – buru.

            Tanpa petir atau kilat, gerimis tipis pun mulai turun membasahi bumi. Aku memutuskan untuk berteduh, kebetulan ada kedai kopi di sebelah kiri jalan, aku parkirkan sepada motorku di bawah kanopi, aku masuk ke kedai pesan secangkir kopi. Tidak lama kopi panas yang aku pesan telah datang, pramusaji dengan senyum manisnya berkata : “Selamat menikmati mas, gulanya terpisah, tapi untuk sementara saja kok mas,  kalau jodoh ada jalannya kok.”

      Menahan senyum menjadi perkara yang sulit saat ini, entah dengan cara apa, sepertinya pramusaji manis tadi seperti mengetahui apa yang sedang terjadi. Entah kenapa ucapan tadi menjadi racun dunia imaji, mengingat apa yang telah terjadi, berhalusinasi terhadap masa depan seolah semoga jalan cerita hidupku nanti seperti itu dan seperti ini.

       Ruangan bertema vintage dengan penataan cahaya yang tepat, serta dekorasi dan rak-rak buku yang cukup proporsional menambah tingkat syahduhnya sore itu menunggu hujan. Tak sengaja ketika aku menyesap kopi dan memperhatikan detail dari setiap dekorasi, aku melihatmu di ujung ruangan dekat jendela sedang menatap  jalanan yang mulai deras dibasahi oleh hujan.

       Tepat ketika hujan mulai deras, aku memutuskan menemuimu sebelum kau pergi hanyut bersama redanya hujan. Aku bawa kopiku bersamaku, untuk menemaniku menjadi saksi keberanianku menemuimu. Tidak kusangka kau seramah itu, menyambutku dengan sapaan yang membuatku malu, “Kirain mau tetap disitu, aku udah lihat sejak kau di parkiran”.              




Meskipun sebab kita bertemu adalah hal yang sepele, tetapi maaf aku tidak bisa menganggap sepele jika itu denganmu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Adbox

@templatesyard